10 Fakta Menarik Sosok Pahlawan yang Dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia

Table of Contents
Ilustrasi anak-anak sekolah Indonesia (pexels.com/Agung Pandit Wiguna)

Sosok pahlawan yang dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia adalah figur penting yang telah membentuk arah pendidikan nasional. Perjuangannya tidak hanya soal mendirikan sekolah, tetapi juga menyangkut visi, filosofi, dan keberanian melawan ketidakadilan pada zamannya.

Dalam perjalanan hidupnya, ia menghadapi banyak rintangan, mulai dari keterbatasan pendidikan rakyat, tekanan penjajah, hingga pengasingan ke negeri asing. Di balik gelar tersebut, tersimpan kisah-kisah inspiratif yang mengajarkan arti perjuangan, keberanian, dan kecintaan pada tanah air.

Pada artikel ini, kamu akan menemukan 10 fakta menarik yang tidak hanya menyentuh sejarah, tetapi juga memberi pelajaran hidup yang relevan hingga sekarang. Yuk, kita mulai!

1. Bernama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, kemudian dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara

Sebelum dikenal luas dengan nama Ki Hajar Dewantara, beliau lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Latar belakang keluarganya yang bangsawan memberinya kesempatan belajar lebih baik dibanding rakyat biasa, tapi hal itu tidak membuatnya lupa terhadap kesulitan rakyat kecil.

Tahun 1922, ia memilih mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, melepaskan gelar kebangsawanannya. Langkah ini menjadi simbol tekadnya untuk menyatu dengan rakyat dan menghapus jarak sosial antara dirinya dengan masyarakat biasa. Sikap ini menunjukkan betapa seriusnya beliau memperjuangkan pendidikan untuk semua kalangan tanpa memandang status sosial.

2. Mengenyam pendidikan ELS dan STOVIA

Ki Hajar Dewantara (disdikbud.acehtengahkab.go.id)

Di masa penjajahan Belanda, sekolah hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu. Ki Hajar Dewantara sempat belajar di Europeesche Lagere School (ELS) yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Lalu, ia melanjutkan studi di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), sebuah sekolah kedokteran khusus untuk pribumi di Batavia.

Sayangnya, kesehatannya terganggu dan membuatnya harus berhenti sebelum lulus. Namun, pengalaman ini justru membuka matanya bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya cara untuk mencerdaskan bangsa. Dari sini, ia mulai mengembangkan pandangan bahwa pendidikan harus fleksibel dan sesuai kebutuhan masyarakat.

3. Aktif sebagai jurnalis dan kritikus kolonial

Setelah tidak melanjutkan pendidikan kedokteran, Ki Hajar Dewantara terjun ke dunia jurnalistik. Ia menulis di berbagai surat kabar seperti De Expres, Kaoem Moeda, dan Oetoesan Hindia. Tulisan-tulisannya mengkritik kebijakan pemerintah kolonial yang diskriminatif dan menindas rakyat pribumi.

Gaya bahasanya tegas, mudah dimengerti, dan penuh semangat perjuangan. Melalui tulisan, ia menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan persatuan. Aktivitas jurnalistik ini juga menjadi sarana untuk memperkenalkan gagasan-gagasan awal yang kelak berkembang menjadi sistem pendidikan Taman Siswa.

4. Tulis artikel kontroversial, sempat diasingkan

Pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara menulis artikel terkenal berjudul "Als Ik Eens Nederlander Was" atau "Seandainya Aku Seorang Belanda". Dalam artikel ini, ia menolak rencana pemerintah kolonial yang ingin memungut pajak dari rakyat miskin untuk merayakan kemerdekaan Belanda.

Tulisan itu dianggap provokatif dan mengancam wibawa pemerintah kolonial, sehingga ia bersama Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo diasingkan ke Belanda. Meski diasingkan, pengalaman ini justru memperkaya wawasan dan memperluas pandangannya tentang pendidikan dunia.

5. Terinspirasi oleh Montessori dan Tagore selama pengasingan

Di Belanda, Ki Hajar Dewantara memanfaatkan waktunya dengan belajar ilmu pendidikan modern. Ia mempelajari metode Montessori yang menekankan kemandirian anak dalam belajar, serta ide-ide Rabindranath Tagore yang menggabungkan pendidikan dengan seni dan budaya.

Pengaruh dua tokoh besar ini terlihat jelas pada pendekatan Taman Siswa yang ia dirikan nanti: pendidikan yang menghargai potensi individu, menumbuhkan kreativitas, dan tidak terikat kaku pada metode konvensional.

6. Mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922

Sekembalinya ke tanah air, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, tetapi gerakan pendidikan nasional yang memberi kesempatan bagi semua anak, termasuk dari keluarga miskin.

Kurikulum Taman Siswa menekankan pembentukan karakter, kecintaan pada budaya sendiri, dan rasa nasionalisme. Dalam sistem ini, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing yang mendukung perkembangan murid secara menyeluruh.

7. Bapak Pendidikan Indonesia dan Hari Pendidikan Nasional

Karena kontribusinya yang luar biasa, Ki Hajar Dewantara diakui sebagai sosok pahlawan yang dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia. Tanggal kelahirannya, 2 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Moto terkenalnya “Tut Wuri Handayani” kini menjadi semboyan Kementerian Pendidikan Indonesia dan tertera di logo resmi mereka. Filosofi ini menegaskan bahwa peran pendidik adalah mendukung murid untuk berkembang sesuai potensinya.

8. Filosofi Tri Sentra Pendidikan

Ki Hajar Dewantara merumuskan konsep Tri Sentra Pendidikan yang terdiri dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurutnya, pendidikan tidak boleh hanya bergantung pada sekolah, tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama.

Dengan begitu, anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung, baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Konsep ini masih relevan hingga kini, terutama di era digital di mana pengaruh luar sangat kuat terhadap perkembangan anak.

9. Filosofi “Ing Ngarsa Sung Tuladha” dll tetap relevan

Prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah: Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangkitkan semangat), dan Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan).

Ketiga prinsip ini tidak hanya berlaku di pendidikan formal, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, kepemimpinan, dan pembinaan karakter. Bahkan, banyak pelatihan kepemimpinan modern yang masih mengadopsi filosofi ini.

10. Diakui sebagai Pahlawan Nasional

Pada 28 November 1959, pemerintah Indonesia melalui Presiden Soekarno menetapkan Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional. Pengakuan ini menegaskan betapa besar jasanya bagi bangsa, terutama di bidang pendidikan.

Warisan pemikirannya tidak hanya hidup dalam sistem pendidikan, tetapi juga dalam nilai-nilai yang ditanamkan kepada generasi muda Indonesia. Hingga kini, beliau tetap menjadi inspirasi bagi para pendidik dan pejuang pendidikan.

Kisah hidup Ki Hajar Dewantara membuktikan bahwa pendidikan adalah senjata ampuh untuk mengubah nasib bangsa. Sebagai sosok pahlawan yang dikenal sebagai bapak pendidikan Indonesia, perjuangannya memberikan pelajaran bahwa keberanian, visi, dan konsistensi dapat membawa perubahan besar.

Semoga semangat beliau terus menginspirasi kamu untuk menghargai pendidikan dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Post a Comment