8 Alasan Kenapa Mendelegasikan Pekerjaan Terasa Sulit bagi Banyak Pemimpin
Table of Contents
![]() |
Ilustrasi leader (pexels.com/MART PRODUCTION) |
Kalau kamu seorang pemimpin, pasti pernah berada di situasi di mana pekerjaan menumpuk, waktu terasa mepet, tapi tetap saja kamu ragu untuk menyerahkan sebagian tugas ke orang lain. Padahal, gaya kepemimpinan delegatif bisa membantu menghemat energi, mempercepat pekerjaan, dan mengembangkan kemampuan tim, lho.
Namun, kenyataannya tidak semua pemimpin bisa dengan mudah melakukannya. Banyak faktor psikologis, kebiasaan kerja, bahkan pengalaman masa lalu yang membuat mendelegasikan terasa seperti langkah berisiko.
Faktanya, survei dari SHL, sebuah perusahaan pengujian psikometrik di AS, menunjukkan bahwa manajer rata-rata menghabiskan 14% waktunya hanya untuk memperbaiki pekerjaan atau kesalahan tim. Di beberapa negara dengan budaya hierarki kuat, angka ini bahkan lebih tinggi, 24% di Hong Kong dan 20% di India.
Jadi, tidak heran kalau banyak pemimpin memilih mengerjakan sendiri daripada mengambil risiko pekerjaan yang harus diperbaiki.
Kalau kamu juga sering merasa begitu, mungkin salah satu atau bahkan beberapa alasan di bawah ini pernah kamu alami. Yuk kita bahas satu per satu.
Kalau kamu juga sering merasa begitu, mungkin salah satu atau bahkan beberapa alasan di bawah ini pernah kamu alami. Yuk kita bahas satu per satu.
1. Kekurangan waktu untuk menjelaskan
Saat pekerjaan lagi padat-padatnya, rasanya lebih cepat kalau semua dikerjakan sendiri. Mendelegasikan justru terlihat seperti pekerjaan tambahan, harus menjelaskan detail, memberi panduan, lalu memastikan orang lain mengerti. Akhirnya, kamu memilih jalan pintas: mengerjakan sendiri.
Padahal, ini cuma ilusi kecepatan. Memang awalnya akan makan waktu untuk melatih atau menjelaskan, tapi setelah itu, bebanmu berkurang secara permanen.
Padahal, ini cuma ilusi kecepatan. Memang awalnya akan makan waktu untuk melatih atau menjelaskan, tapi setelah itu, bebanmu berkurang secara permanen.
Misalnya, butuh dua jam setiap bulan untuk membuat laporan, dan bulan ini kamu habiskan tiga jam (dua jam kerja + satu jam melatih anggota tim). Mulai bulan depan, tugas itu bisa diambil alih sepenuhnya. Jadi, waktu yang dihemat akan terasa dalam jangka panjang.
2. Perfectionism alias standar terlalu tinggi
Kalau kamu tipe perfeksionis, rasanya sulit memercayai orang lain untuk menghasilkan kualitas yang sama denganmu. Kamu mungkin berpikir, “Kalau mau hasilnya bagus, ya harus aku yang kerjakan.”
Masalahnya, pola pikir ini bikin kamu rentan kelelahan. Mengejar kesempurnaan sendirian sering membuat pekerjaan justru tertunda, atau bahkan tidak selesai dengan baik karena energimu terkuras.
Masalahnya, pola pikir ini bikin kamu rentan kelelahan. Mengejar kesempurnaan sendirian sering membuat pekerjaan justru tertunda, atau bahkan tidak selesai dengan baik karena energimu terkuras.
Ironisnya, demi menjaga reputasi, kamu malah berisiko membuatnya jatuh kalau semua dikerjakan sendiri dan hasilnya tidak maksimal.
3. Kurangnya rasa percaya pada tim
Pengalaman buruk di masa lalu (misalnya pernah dikecewakan hasil kerja tim), bisa membuat kamu ragu untuk mendelegasikan lagi. Bahkan kalaupun mendelegasikan, kamu cenderung ikut campur terlalu banyak alias micromanaging.
Sayangnya, ini justru membuat suasana kerja kurang nyaman. Anggota tim merasa tidak dipercaya, motivasi menurun, dan hasil kerja bisa lebih buruk. Kurangnya rasa percaya bukan hanya menghambat efektivitas kerja, tapi juga hubungan profesional dalam tim.
Sayangnya, ini justru membuat suasana kerja kurang nyaman. Anggota tim merasa tidak dipercaya, motivasi menurun, dan hasil kerja bisa lebih buruk. Kurangnya rasa percaya bukan hanya menghambat efektivitas kerja, tapi juga hubungan profesional dalam tim.
4. Terjebak dalam dilema keahlian
Kalau kamu adalah “ahlinya” di bidang tertentu, sering muncul pikiran bahwa kamu adalah orang terbaik untuk mengerjakan tugas itu. Apalagi kalau sudah terbiasa mengerjakannya dengan cara tertentu yang menurutmu paling benar.
Masalahnya, kalau semua tugas ahli kamu kerjakan sendiri, waktumu akan habis di pekerjaan teknis, bukan pada hal strategis. Justru dengan mendelegasikan, kamu bisa mengembangkan keahlian baru, memperluas wawasan, atau mengasah kemampuan memimpin tim. Menahan semua tugas di tanganmu bukan mempertahankan keahlian, tapi membatasi perkembanganmu.
Masalahnya, kalau semua tugas ahli kamu kerjakan sendiri, waktumu akan habis di pekerjaan teknis, bukan pada hal strategis. Justru dengan mendelegasikan, kamu bisa mengembangkan keahlian baru, memperluas wawasan, atau mengasah kemampuan memimpin tim. Menahan semua tugas di tanganmu bukan mempertahankan keahlian, tapi membatasi perkembanganmu.
5. Tujuan kerja yang kurang jelas
Kalau kamu sendiri belum punya gambaran jelas tentang hasil akhir yang diinginkan, akan sulit memberikan arahan pada orang lain. Alhasil, tugas yang didelegasikan bisa melenceng dari tujuan awal.
Sebelum mendelegasikan, pastikan kamu tahu apa yang mau dicapai, seperti apa standar hasilnya, dan langkah-langkah yang perlu diambil. Gaya kepemimpinan delegatif yang efektif selalu dimulai dari komunikasi tujuan yang jelas.
Sebelum mendelegasikan, pastikan kamu tahu apa yang mau dicapai, seperti apa standar hasilnya, dan langkah-langkah yang perlu diambil. Gaya kepemimpinan delegatif yang efektif selalu dimulai dari komunikasi tujuan yang jelas.
6. Tidak terbiasa atau kurang terlatih
Mendelegasikan itu ada seninya. Bukan sekadar bilang, “Tolong kerjakan ini.” Kamu perlu tahu siapa yang tepat, bagaimana menjelaskan, memberi batas waktu, dan tetap memantau tanpa terlalu mengontrol.
Kalau tidak terbiasa, proses ini bisa terasa canggung. Untungnya, keterampilan delegasi bisa dipelajari. Mengikuti pelatihan kepemimpinan, belajar dari mentor, atau sekadar mulai dari tugas kecil bisa membuat proses delegasi terasa lebih alami dan efektif.
Kalau tidak terbiasa, proses ini bisa terasa canggung. Untungnya, keterampilan delegasi bisa dipelajari. Mengikuti pelatihan kepemimpinan, belajar dari mentor, atau sekadar mulai dari tugas kecil bisa membuat proses delegasi terasa lebih alami dan efektif.
7. Takut kehilangan kendali
Bagi sebagian pemimpin, mendelegasikan sama saja dengan “melepaskan kendali”. Ada rasa khawatir kalau orang lain memutuskan sesuatu yang tidak sesuai dengan arah yang diinginkan.
Padahal, mendelegasikan bukan berarti lepas tangan, lho. Kamu tetap bisa mengatur jalur komunikasi, memantau progres, dan memberi masukan di titik-titik penting. Justru, kalau dilakukan dengan benar, kamu akan punya lebih banyak kendali terhadap gambaran besar tanpa harus terjebak di detail kecil.
Padahal, mendelegasikan bukan berarti lepas tangan, lho. Kamu tetap bisa mengatur jalur komunikasi, memantau progres, dan memberi masukan di titik-titik penting. Justru, kalau dilakukan dengan benar, kamu akan punya lebih banyak kendali terhadap gambaran besar tanpa harus terjebak di detail kecil.
8. Takut dinilai tidak kompeten
Ada pemimpin yang merasa kalau terlalu banyak mendelegasikan, tim atau atasan akan menganggapnya malas atau tidak mampu. Akhirnya, mereka mengerjakan sendiri semuanya demi menunjukkan bahwa mereka “bisa diandalkan”.
Masalahnya, ini malah membuat kamu terlihat seperti pemimpin yang tidak mampu mengembangkan tim. Padahal, kemampuan mendelegasikan dengan efektif adalah salah satu ciri gaya kepemimpinan delegatif yang sukses. Bukan hanya pekerjaan yang selesai, tapi anggota tim juga berkembang.
Mendelegasikan pekerjaan memang tidak semudah kelihatannya. Ada faktor emosional, kebiasaan, dan pengalaman yang memengaruhi keputusanmu untuk melepas atau menahan tugas.
Masalahnya, ini malah membuat kamu terlihat seperti pemimpin yang tidak mampu mengembangkan tim. Padahal, kemampuan mendelegasikan dengan efektif adalah salah satu ciri gaya kepemimpinan delegatif yang sukses. Bukan hanya pekerjaan yang selesai, tapi anggota tim juga berkembang.
Mendelegasikan pekerjaan memang tidak semudah kelihatannya. Ada faktor emosional, kebiasaan, dan pengalaman yang memengaruhi keputusanmu untuk melepas atau menahan tugas.
Tapi kalau kamu ingin menjadi pemimpin yang efektif, gaya kepemimpinan delegatif perlu dilatih. Awalnya mungkin terasa berat, tapi lama-lama kamu akan merasakan manfaatnya: pekerjaan selesai lebih cepat, tim lebih mandiri, dan kamu punya waktu untuk fokus ke hal-hal strategis.
Ingat, mendelegasikan bukan berarti kehilangan kendali, tapi memimpin dengan cara yang lebih cerdas.
Sumber: lifehack
Ingat, mendelegasikan bukan berarti kehilangan kendali, tapi memimpin dengan cara yang lebih cerdas.
Sumber: lifehack
Post a Comment