3 Tanda Kamu Terlalu Mandiri hingga Sulit Menjalani Hubungan
Table of Contents
![]() |
| ilustrasi tanda kemandirian berlebihan (pexels.com/Polina Chistyakova) |
Menjadi mandiri adalah kualitas yang sering kali dianggap positif. Kamu mampu mengandalkan diri sendiri, membuat keputusan tanpa bergantung pada orang lain, dan menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Namun, pernahkah kamu merasa bahwa sifat mandiri ini justru menjadi penghalang dalam hubungan romantis?
Terkadang, kemandirian yang berlebihan atau disebut hyper-independence bisa membuatmu sulit membangun hubungan yang sehat. Hal ini terjadi karena kamu terlalu terbiasa untuk bergantung pada diri sendiri hingga sulit membuka diri pada pasangan. Apakah ini terdengar seperti kamu?
Artikel ini akan membahas tiga tanda bahwa kemandirianmu mungkin sudah terlalu ekstrem hingga menyulitkanmu saat menjalani hubungan asmara. Yuk, simak ulasannya!
1. Sulit meminta bantuan pada orang lain
Jika kamu merasa enggan meminta bantuan, ini bisa menjadi tanda bahwa kamu terlalu mandiri. Orang dengan sifat hyper-independence sering kali menganggap meminta bantuan sebagai bentuk kelemahan. Padahal dalam hubungan, saling mendukung adalah hal yang penting, lho.
Menurut penelitian dalam Current Directions in Psychological Science, pengalaman masa kecil seperti kurangnya dukungan konsisten dari orangtua dapat membentuk pola keterikatan yang membuat seseorang lebih cenderung mengandalkan diri sendiri. Pola ini, meski membantu di masa sulit, bisa menjadi penghalang saat dewasa.
Untuk mengatasinya, cobalah untuk memulai dari hal-hal kecil, seperti meminta pendapat pasangan dalam mengambil keputusan ringan. Misalnya, bertanya tentang aktivitas akhir pekan atau meminta bantuan sederhana seperti memilih baju. Langkah kecil ini bisa membantumu membiasakan diri menerima bantuan dan menciptakan rasa saling percaya.
2. Membatasi kedekatan emosional dengan pasangan
Apakah kamu merasa lebih nyaman menjaga jarak emosional dengan pasangan? Ini bisa menjadi bentuk perlindungan diri dari rasa sakit hati yang pernah kamu alami. Kamu mungkin hanya menunjukkan sisi positifmu dan menyembunyikan kesulitan, karena takut dianggap lemah atau gak cukup baik.
Studi yang diterbitkan dalam Current Opinion in Psychology menemukan bahwa orang dengan pola keterikatan avoidant sering kali menjaga jarak emosional untuk melindungi diri dari rasa sakit. Mereka menghindari kerentanan dan lebih memilih mengandalkan diri sendiri daripada bergantung pada pasangan.
Untuk mengatasi hal ini, mulailah membangun kepercayaan secara perlahan. Misalnya, kamu bisa berbagi cerita pribadi atau kekhawatiran kecil dengan pasangan setiap minggu. Dengan begitu, kamu akan merasa lebih nyaman membuka diri dan menciptakan hubungan yang lebih erat.
3. Lebih sering memilih aktivitas sendiri dibandingkan kebersamaan
Apakah kamu sering memprioritaskan kegiatan individu daripada waktu bersama pasangan? Kalau iya, ini bisa menjadi tanda kemandirianmu telah menjadi penghalang dalam hubungan. Kamu mungkin merasa sulit untuk mengorbankan waktu atau membuat kompromi karena takut kehilangan kendali atas rutinitasmu.
Orang dengan sifat hyper-independence sering menganggap kompromi sebagai ancaman terhadap kebebasan mereka. Namun, hubungan yang sehat membutuhkan keseimbangan antara kebebasan pribadi dan kedekatan emosional.
Untuk menciptakan keseimbangan, cobalah luangkan waktu khusus untuk aktivitas bersama, seperti mengatur kencan rutin atau mengikuti hobi yang bisa dilakukan berdua. Hal ini akan membantumu tetap menjaga kebebasan pribadi sambil menunjukkan komitmen pada hubungan.
Kemandirian adalah kekuatan, tapi ketika berlebihan, hal ini bisa menjadi penghalang dalam membangun hubungan yang bermakna. Jika kamu sulit meminta bantuan, menjaga jarak emosional, atau lebih sering memilih aktivitas sendiri, mungkin sudah saatnya kamu mengevaluasi pola hubunganmu.
Mulailah dengan langkah kecil, seperti membuka diri pada pasangan dan berlatih kompromi. Dengan begitu, kamu bisa menemukan keseimbangan antara kemandirian dan hubungan yang saling mendukung. Karena pada akhirnya, hubungan yang sehat adalah tentang berbagi, bukan hanya tentang bertahan sendirian.
Sumber: psychologytoday

Post a Comment